Tafsiran Kitab Ayub 7:1-6 |
Kitab Ayub termasuk
salah satu kitab yang banyak diminati oleh kalangan Kristen. Hal ini karena
Kitab Ayub mengandung banyak hikmat, terutama dalam hal menjalani kehidupan
bersama dengan Tuhan yang sering sekali dihinggapi oleh berbagai macam
pencobaan. Dengan membaca kitab Ayub kita akan melihat dan merasakan bahwa
Tuhan selalu bersama dengan anak-anak-Nya yang setia kepada-Nya dan tidak akan
pernah sekalipun meninggalkannya.
Dalam tafsiran ini
tidak akan dibahas secara menyeluruh tentang Ayub, agar lebih efektif maka
penafsir memilih Ayub 7:1-6 saja untuk ditafsirkan. Karena penafsir melihat
bahwa hal ini adalah hal yang menarik untuk didalami atau ditafsirkan. Karena
dalam posisi ini Ayub sudah mulai meragukan dan menyesali kehidupannya dan
mulai menanyakan pencobaan Allah yang tiada henti. Hal ini menarik untuk
didalami, mengingat Ayub selama ini dipahami dekat kepada Allah. Lantas jika ia
dekat kepada Allah, mengapa mengeluh dan bukan berserah? Inilah yang akan
didalami di dalam sajian ini agar diketahu lebih dalam lagi.
Pembahasan
-
Pengantar
Metode Historis Kritis
Pengertian
Metode Historis Kritis
Metode Historis Kritis adalah suatu cara penafsiran
Alkitab yang menaruh perhatian kepada perspektif sejarah, sebagai alat utama
untuk menemukan arti dan makna yang terkandung dalam suatu teks Alkitab, yakni
sejarah dalam teks. Berdasarkan penyelidikan dalam teks, maka kita akan
mengetahui bagaimana kondisi-kondisi keagamaan, sosial, budaya dan politik atau
sejumlah periode sejarah yang di dalam teks itu sendiri, yaitu bagaimana teks
itu ditulis, apa yang mempengaruhinya, pemeliharaannya, dan perluasannya.
Metode ini juga dikenal dengan metode kritik historikal, untuk meneliti
asal-usul teks kuno untuk memahami makna di balik teks.[1]
Historis Kritis juga merupakan suatu metode yang
sangat diperlukan untuk menggali kebenaran Alkitab dari segi sejarahnya.
Historis kritis sering juga disebut “kritisme tinggi” yang mempertanyakan
tentang penulisan dan waktu penulisan, kategori-kategori sastranya dan
sebagainya.[2]
Historis kritis juga berarti menggali latar belakang penulisan, sejarah
kebudayaan dan geografis suatu tulisan teks.[3]
Tujuan
Metode Historis Kritis
Metode historis kritis bertujuan untuk menemukan arti
dan makna dari sebuah teks dengan mengutamakan dari unsur segi kesejarahannya
secara kritis dan sistematis dan menjaga agar penafsir-penafsir tidak
memaksakan teks dari kebudayaan yang asing atau masa-masa yang lebih awal dari
kebudayaan seseorang dari horizon pengertian masa kini.[4]
Maka dapat dikatakan metode historis kritis adalah salah satu metode yang
sangat diperlukan bagi studi karya ilmiah untuk mengkaji, mengaruniakan dan
melihat arti dan makna di dalam teks-teks kuno yang terdapat dalam Alkitab.
-
Pengantar
Kitab Ayub
Arti
Nama Kitab
Kitab Ayub termasuk salah satu dari kelompok kitab
hikmat. Disebut sebagai kitab hikmat, karena kitab ini berisi filsafat-filsafat
hidup yang membimbing manusia kepada keberhasilan hidup. Itulah yang
ditunjukkan oleh kitab Ayub yang menunjukan salah satu usaha memaknai kehidupan
berdasarkan kenyataan hidup manusia.[5]
Nama kitab ini adalah kitab Ayub. Ayub sendiri
berasal dari kata Iyyob, dan
demikianlah nama kitab ini di dalam kitab Ibrani. Nama ini kemungkinan memiliki
dua arti, pertama, jika kata ini adalah turunan kata Ibrani, “penganiayaan”
maka berarti, “orang yang teraniaya.” Kedua, yang lebih mungkin adalah dalam
bahasa Arab yang berarti “kembali” atau “bertobat” sehingga dapat diartikan
sebagai “orang yang bertobat.”[6]
Kendati demikian kedua istilah ini sebenarnya cocok digunakan untuk arti kitab
ini karena juga menggambarkan isi dari kitab ini.
Penulisan
Kitab
Kitab Ayub adalah kitab yang ditulis dalam bentuk
puisi dramatis oleh seorang yang pengarang yang tidak dikenal, dan tidak
tertulis petunjuk mengetahui identitasnya.[7]
Kitab Ayub membahas sebuah pertanyaan kuno setua keberadaan manusia: Mengapa
orang benar menderita?[8]
Kitab ini tidak menyebutkan nama penulis. Talmud resmi, diikuti oleh banyak
penulis Kristen zaman dahulu menyebutkan bahwa kitab ini dituliskan oleh Musa.
Hal ini didasarkan kepada penyebutan orang Kasdim sebagai penyamun yang
mengembara (1:17). Tanah Us (1:1) yang berbatasan dengan Midian adalah tempat
di mana Musa tinggal selama 40 tahun, sehingga dapat dimengerti Musa memperoleh
tulisan mengenai percakapan yang ditinggalkan oleh Ayub atau Elihu.[9]
Dan qesita yang bersifat kuno
(42:11), menunjukkan kepada kekunoan cerita dan bukan bentuk sastranya.[10]
Namun latar belakang budaya non Ibrani dari kitab ini dapat memberi petunjuk
bahwa penulisnya adalah bangsa lain.[11]
Namun menurut Blommendaal kitab Ayub kemungkinan
tidak berasal dari Israel, melainkan ada kemungkinan berasal dari Edom. Karena
bahasa yang digunakan dalam kitab ini dipengaruhi oleh bahasa Semit Selatan.
Juga terasa pengaruh bahasa Arab dan Aram. Para ahli juga berpendapat bahwa
cerita asli atau yang berasal dari zaman kuno tentang tokoh Ayub terdapat pasa
pasal 1, 2 dan 42:7-16.[12]
Pasal-pasal ini ditulis dalam bentuk prosa, sementara bagian isinya (3-42:6)
dituliskan dalam bentuk puisi. Dengan
memperhatikan besarnya pengaruh bahasa Aram dalam itab Ayub, maka para ahli
berkesimpulan bahwa kitab Ayub ditulis pada masa sesudah pembuangan (700 dan
600 sM).[13]
Beberapa teori yang telah diajukan mengenai tanggal
penulisan: (1) Kitab ditulis segera sesudah peristiwa-peritiwa tersebut
terjadi, mungkin oleh Ayub atau Elihu; (2) Ditulis oleh Musa di Midian
(1485-1445 SM); (3) Ditulis pada zaman Salomo (kira-kira tahun 950 SM—Kitab
Ayub mirip dengan kitab-kitab hikmat lain pada zaman itu—bandingkan pujian
hikmat dalam Ayub 28 dan Amsal 8. Hanya saja masalahnya adalah rentang waktunya
sangat jauh, sekitar seribu tahun); atau (4) ditulis selama atau sesudah pem-
buangan ke Babel.[14]
Tema
dan Tujuan
Mengapa
orang Saleh menderita Jika Allah mengasihi dan penuh kuasa? Penderitaan itu
sendiri bukanlah tema pokok, tetapi fokusnya adalah pelajaran yang diperoleh
Ayub dari penderitaannya kedaulatan Allah atas seluruh ciptaan. Kesimpulan dari
badai cobaan tersebut adalah bahwa Allah berdaulat dan layak disembah apapun
yang Ia lakukan. Ayub harus belajar mempercayai kebaikan yang dialaminya,
dengan memperluas pengertiannya akan Tuhan. Bahkan orang saleh ini (1:1) perlu
bertobat karena menjadi sombong dan merasa benar sendiri. Ayub mengerti bahwa
Allah adalah Tuhan "atas segala yang ada di langit dan segala yang ada di
bumi dan segala yang ada di bawah bumi" (Flp. 2:10). Allah itu maha tahu,
maha kuasa dan baik. Hanya saja jalan-Nya kadang tidak dapat dimengerti oleh manusia
tetapi Ia selalu dapat dipercaya. Penderitaan tidak selalu berkaitan dengan
dosa; Tuhan yang berdaulat itu sering menggunakan penderitaan untuk menguji dan
mengajar.[15]
Struktur
Kitab
Untuk lebih memudahkan dalam memahami dan
menggambarkan kitab Amsal maka perlu suatu pemetaan atau penggambaran struktur
kitab sebagaimana diusulkan oleh beberapa buku.
Menurut
Purwa Pustaka[16]
1-2
|
Prolog
Bagaimana
Ayub yang diberkati menjadi sangat menderita
|
|
1:1-5
|
Penyajian
Ayub yang saleh sebagai teladan dan yang diberkati
|
|
1:6-2:10
|
Pecobaan
ganda Ayub
|
|
2:11-13
|
Datangnya
teman-teman untuk menghibur Ayub—Transisi ke dialog
|
|
3
|
Monolog
Keluhan
Ayub berkenaan dengan kehidupannya yang ditandai oleh penderitaan
|
|
4-28
|
Dialog
Ayub
dan teman-temannya berusaha untuk mencari alasan dan tujuan penderitaan Ayub
|
|
1-14
|
Sederatan
ucapan-ucapan pertama: Ganjaran yang adil
|
|
15-21
|
Sederatan
ucapan-ucapan kedua: Nasib orang jahat
|
|
22-28
|
Apa
yang dinamakan “sederetan ucapan-ucapan ketiga”: Tuduhan Ayub dan berbalik
menentang teman-temannya.
|
|
29-31
|
Monolog
Ayub
menantang Allah untuk adu hukum
|
|
32-37
|
Monolog
Ucapan-ucapan
Elihu kepada Ayub dan teman-temannya
|
|
32:1-5
|
Prolog:
Memperkenalkan Elihu
|
|
32:6-33:33
|
Ucapan
pertama Elihu: Mengenai fungsi pedagogis dari penderitaan dan malaikat pengantara
|
|
34-35
|
Ucapan-ucapan
kedua dan ketiga Elihu: Mengenai kebenaran Allah
|
|
36-37
|
Ucapan
keempat Elihu: Mengenai penampakan diri, Allah Sang Khalik yang adil
|
|
38-42:6
|
Monolog
Allah
menguraikan tatanan dunia kosmis
|
|
38-39
|
Ucapan
pertama Allah: Penciptaan dan pemeliharaan ciptaan
|
|
40:1-5
|
Respons
Sementara: Janji Ayub untuk diam
|
|
40:6-41:25
|
Ucapan
kedua Allah: Hak dan kekuatan Allah Sang Khalik
|
|
42:1-6
|
Respons
penutup: Pengakuan Ayub sebagai mahluk ciptaan
|
|
42:7-17
|
Epilog
Bagaimana
Ayub yang menderita diberkati secara baru
|
Menurut
Survei Perjanjian Lama[17]
I.
|
Prolog
(1-2)
|
||
II.
|
Dialog
|
||
A.
|
Ratapan
pembukaan Ayub (3)
|
||
B.
|
Putaran
1: Penghiburan
|
||
1.
|
Elifas
(4-5)
|
||
2.
|
Ayub
(6-7)
|
||
3.
|
Bildad
(8)
|
||
4.
|
Ayub
(9-10)
|
||
5.
|
Zofar
(11)
|
||
6.
|
Ayub
(12-14)
|
||
C.
|
Nasib
orang fasik
|
||
1.
|
Elifas
(15)
|
||
2.
|
Ayub
(16-17)
|
||
3.
|
Bildad
(18)
|
||
4.
|
Ayub
(19)
|
||
5.
|
Zofar
(20)
|
||
6.
|
Ayub
(21)
|
||
D.
|
Putaran
3: Tuduhan-tuduhan khusus
|
||
1.
|
Elifas
(22)
|
||
2.
|
Ayub
(23-24)
|
||
3.
|
Bildad
(25)
|
||
4.
|
Ayub
(26-27)
|
||
III.
|
Selingan:
Nyanyian Hikmat (28)
|
||
IV.
|
Percakapan
|
||
A.
|
Perckapan
1: Ayub
|
||
1.
|
Kenangan
(29)
|
||
2.
|
Kesengsaraan
(30)
|
||
3.
|
Sumpah
(31)
|
||
B.
|
Percapakan
2: Elihu
|
||
1.
|
Pendahuluan
dan teori (32-33)
|
||
2.
|
Keputusan
terhadap Ayub (34)
|
||
3.
|
Kecaman
terhadap Ayub (35)
|
||
4.
|
Pernyataan
penutup berupa rangkuman (36-37)
|
||
C.
|
Percakapan
3: Allah
|
||
1.
|
Ucapan
1 (38-39)
|
||
2.
|
Ucapan
2 (40-41)
|
||
D.
|
Pernyataan-pernyataan
penutup Ayub (40:3-5; 42:1-6)
|
||
V.
|
Epilog
(42:7-17)
|
Menurut Alkitab Edisi Studi[18]
§ Cerita Ayub Dimulai (1:1-2:13)
§ Ayub Berbicara dengan
Sahabat-sahabatnya tentang Penderitaannya (3:1-31:40)
Debat Babak Pertama ( 3:1-14:22)
Debat Babak Kedua (15:1-21:34)
Debat Babak Ketiga (22:1-31:40)
§ Elihu Berbicara kepada Ayub dan
Sahabat-sahabat Ayub (32:1-37:24)
§ Tuhan Berbicara kepada Ayub, dan
Ayub Menjawab (38:1-42:6)
§ Kisah Ayub Berakhir (42:7-17)
-
Perbandingan
Bahasa
Untuk lebih memahami dan mendalami makna dari teks
maka perlu kiranya memperbandingkan bahasa dari ayat per ayat untuk memudahkan
dalam penafsiran. Dalam perbandingan bahasa ini akan digunakan adalah
Terjemahan Baru (TB) dari Lembaga Alkitab Indonesia, bahasa daerah (Toba) dari
bible, King James Version, dan Tek Masora (TM).
Ayat
1
TB : Bukankah … harus bergumul
Bibel : Nda ulaon porang,
bukankah pekerjaan perang
KJV : Is there not an appointed
time, bukankah di sana (bumi) waktu yang ditentukan
TM : הֲלֺא־עָבָא
(halo-saba), is not a hard service, bukankah suatu pelayanan yang sukar
Keputusan : Tidak
ada yang mendekati TM
Ayat
2
TB : Seperti kepada seorang budak
Bibel : Songon hatoban,
seperti pelayan
KJV : As a servant, seperti
seorang pelayan
TM : כְּעֶבֶד
(keebed), like a slave, seperti seorang budak
Keputusan : Tidak
ada yang mendekati TM
Ayat
3
TB : Dibagikan
Bibel : Diturpukkon,
dijatahkan, ditakdirkan
KJV : Made to possess,
dibuat untuk memiliki
TM : כֵ֤ן
הָנְחַ֣לְתִּי (ken
hanehalti) so I am allotted, jadi aku dibagikan
Keputusan : Yang
mendekati TM adalah TB.
Ayat
4
TB : Pergi tidur
Bibel : Laho modom, pergi
tidur
KJV : Lie down, berbaring
TM : אִם־שָׁכַבְתִּי
(im-sakabti), when I lie down, ketika aku berbaring
Keputusan : Yang
mendekati TM adalah KJV
Ayat
5
TB : Berenga[19]
dan abu
Bibel : Gulok-gulok dohot orbuk,
ulat-ulat dan abu
KJV : Worms and clods of dust,
ulat-ulat dan gumpalan debu
TM : רִמָּה
זְגִיּשׁ עָפָר (rimmah
wegis apar), worms and clods of dust,
ulat-ulat dan gumpalan debu
Keputusan : Yang
mendekati TM adalah KJV
Ayat
6
TB : Dari pada torak[20]
Bibel : Sian Turak, daripada
sebuah tungkai pemintal benang
KJV : Than a weaver’s shuttle,
daripada sebuah puntalan penganyam
TM : מׅנִּי־אָרֶג
(minni-areg), than a loom, daripada sebuah perkakas tenun
Keputusan : Tidak
ada yang mendekati TM
-
Sitz Im Leben (Setting in Life)
Konteks
Agama
Dalam kitab Ayub yang ditekankan adalah Teologi
penulisnya, bukan tokoh Ayubnya. Dalam Ayub akan kita temui dua aliran hikmat
yang bertentangan, meski keduanya mendasarkan pemahamannya pada keadilan Allah.
Pada satu sisi sahabat-sahabat Ayub menuduh Ayub telah berbuat dosa kepada
Allah, sehingga Allah memberikan hukuman kepadanya. Sementara itu Ayub menolak
tuduhan itu karena ia merasa tidak berbuat dosa.[21]
Hal ini menunjukkan bagaimana pemahaman atau relasi dari Tuhan kepada manusia
pada saat itu. Memang tidak dapat disimpulkan secara langsung bahwa konteks
agama pada masa itu adalah agama Israel atau agama Yahudi sebagaimana dipahami
pada saat ini, namun konsep tentang ketuhanan sudah ada pada masa itu, bahwa
mereka telah menyembah Tuhan dan telah memahami kemungkinan relasi yang ada
antara Tuhan dan manusia. Sisi teologis sangat nampak dalam kitab Ayub. Kitab
Ayub diawali dengan percakapan antara Allah dengan Iblis di surga.[22]
Ini menunjukkan bahwa konsep ketuhanan pada masa itu telah ada, namun belum ada
konsep atau tentang pemahaman keberagamaan seperti sekarang. Ayub hidup pada
zaman sebelum ada imam-imam dan agama yang terorganisasi, atau di sebuah daerah
yang tidak memerlukan hal-hal itu. Ini mengingatkan kita kepada Abraham: orang
dari Timur.[23]
Konteks
Budaya
Ayub seorang Syekh yang kaya raya dan berpengaruh –
kaya dalam arti banyak ternak, bukan uang tunai. Selama beberapa bulan dalam
setahun Ayub menjadi orang kota; dalam waktu selebihnya ia berkelana
menggembalakan ternaknya.[24]
Konteks
Politik
Latar dari kitab ini adalah di surga dan di bumi. Di
surga adalah percakapan antara Allah dengan Iblis dan bumi adalah latar dari
kisah Ayub dikisahkan. Lebih spesfik lagi di bumi adalah daerah Tanah Us (Utara
Arab) di daerah Edom, sebeblah tenggara Laut Mati (lih. 4:21).
Kisah tentang Ayub diceritakan pada masa sebelum
Israel ada. Ayub disebutkan dalam kitab Yehezkiel (14:14, 20), bersama dengan
Nuh, sebagai orang yang setia di zaman purba. Pada masa Ayub, kekayaan diukur
berdasarkan jumlah pemilikan ternak (1:3); 42:12)[25]
dan pelayan yang dimiliki oleh seseorang, bukan uang, karena pada masa itu uang
tidak digunakan secara umum pada waktu itu.[26]
Dengan demikian bisa kita katakana bahwa pada masa itu belum ada raja atau
sistem pemerintahan dalam dunia Israel bahkan Israel sendiri belum ada, jika
mengikuti kemungkinan-kemungkinan di atas. Sistem sosial pada masa itu adalah
kaum-keluarga (suku) leluhur.[27]
Sama seperti Abraham, Ishak dan Yakub, Ayub adalah imam bagi keluarganya dan
mempersembahkan kurban bakaran.
-
Kritik
Apparatus
Ayat 1
Kata עֲ֩לֵ (‘al)
yang berarti ‘pada’ mendapatkan usul perbaikan dari ahli-ahli Masora di pinggir
halaman untuk dibaca atau disampaikan dengan lisan saja, jikalau teks tertulis
tidak betul atau sulit dimengerti. Para ahli mengusulkan perbaikan kata עֲלֵי (‘ălê)
tanpa perubahan arti, hanya perubahan tanda baca. Sementara itu kata עֲ֩לֵ (‘al)
yang tertulis sesuai dengan huruf-huruf mati Tesxtus Masoreticus (TM) sebagaimana dicantumkan dalam Kodeks
Leningradensis[28]
adalah kata עַל
(al) yang memiliki arti yang sama
pula, tidak boleh diubah atau diperbaiki, sekalipun jelas terlihat salah tulis.
Keputusan: Penafsir
menerima usulan dari kritik apparatus, karena memperjelas teks.
Ayat 4
Kata אָקוּם (aqum)
yang berarti ‘aku akan bangun’ barangkali yang dimaksudkan adalah kata יֵאֺר וְאָקוּם (artinya tidak ditemukan penafsir).
Sementara itu, kata וּמִדַּ֠ד
(umiddad) yang berarti ‘malam
panjang’ peneliti modern mengusulkan atau menganjurkan untuk menggunakan kata וּמׅדֵּי (artinya tidak ditemukan penafsir).
Keputusan: Penafsir tidak menerima usulan dari apparatus karena tidak
menemukan artinya
Ayat 5
Kata וְג֣יּ֩שׁ (wegis)
yang berarti ‘dan gumpalan’ dalam teks Ibrani dari kodeks para nabi yang
disalin pada tahun 895 menggunakan kata וְגוּשׁ sebagaimana juga usul perbaikan
dari ahli-ahli Masora di pinggir halaman untuk dibaca atau disampaikan dengan
lisan saja, jikalau teks tertulis tidak betul atau sulit dimengerti. Sementara
itu kata וְג֣יּ֩שׁ yang tertulis sesuai dengan huruf-huruf mati Tesxtus Masoreticus (TM) sebagaimana
dicantumkan dalam Kodeks Leningradensis[29]
adalah kata וְגִישׁ
(wegis) yang memiliki arti yang sama
pula, tidak boleh diubah atau diperbaiki, sekalipun jelas terlihat salah tulis.
Kata עָפָ֑ר
(apar) yang berarti ‘debu’,
barangkali (mungkin) kata untuk dicoret.
Keputusan: Usul perbaikan penulisan untuk dibaca
diterima oleh penafsir karena akan memperjelas teks jika dibaca, namun usulan
penghapusan teks (apar) ditolak oleh
penafsir, karena akan menghilangkan makna teks yang sebenarnya.
-
Terjemahan
Akhir Ayub 7:1-6
Ayat 1
"Bukankah suatu pelayanan yang sukar bagi
manusia di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan?
Ayat 2
Seperti
seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada
orang upahan yang menanti-nantikan upahnya,
Ayat 3
jadi
aku dibagikan bulan-bulan yang sia-sia, dan
ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan.
Ayat 4
Ketika
aku berbaring, maka pikirku: Bilakah aku akan bangun?
Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari.
Ayat 5
Ulat-ulat
dan gumpalan debu menutupi tubuhku, kulitku menjadi
keras, lalu pecah.
Ayat 6
Hari-hariku berlalu
lebih cepat dari pada sebuah perkakas
tenun, dan berakhir tanpa harapan.
-
Tafsiran
Pasal 7 ini adalah respon atau jawaban Ayub atas
penderitaan yang ia alami. Setelah ia menyesali kehidupannya, bahkan ia
menyesali telah dilahirkan ke dunia (pasal 3). Lalu ia mengadakan dialog dengan
Elifas mengenai penderitaan yang ia alami (pasal 4-5). Lalu pada pasa 6-7 Ayub
memberikan jawabannya atau responnya kepada Allah atas apa yang menimpanya.
Ayat 1
"Bukankah suatu pelayanan yang sukar bagi
manusia di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? Ungkapan
bukankah suatu pelayanan yang sukar bagi manusia adalah ungkapan penyesalan
atas peristiwa yang Ayub alami apalagi setelah mendengarkan apa yang dinyatakan
oleh kawan-kawannya. Ayub dulunya adalah seorang yang sangat kaya, paling kaya
di negerinya. Bisa dibayangkan apabila sangat kaya, maka pasti namanya
termashyur di segala sudut kota. Apalagi dengan penyertaan Tuhan ia semakin
sukses dan kaya di dalam hidupnya. Tetapi tiba-tiba ia bisa dikatakan bangkrut
dan secara sekeja semua yang ia miliki ludes habis.[30]
Semua yang sudah ia perjuangkan harus lenyap seketika. Apabila secara manusiawi
kehilangan hasil yang diperjuangkan itu pasti sangat menyakitkan. Apalagi
dibangun dengan kerja keras dan kesetiaan. Tetapi seketika hilang, rasanya
semagat didup pastilah hilang. Tidak berhenti di situ saja ia justru mendapat
cibiran dari orang-orang di sekitarnya, bahkan dari para sahabatnya. Dalam
keadaan demikian, pandangan orang pasti lain, mengapa tiba tiba hilang semua
hartanya? Dalam kehidupan Ayub yang demikian dekat dengan Tuhan, semua orang
jadi berprasangka buruk, bahwa Ayub telah jatuh ke dalam dosa besar. Karena itu
semua orang segera mencibirnya dan segera menganggap Ayub telah membuat Allah
murka. Demikianlah tahapann-tahapan yang harus dilalui oleh Ayub. Sehingga
secara manusiawi sebenarnya wajar Ayub merasa sangat terpukul dan sangat sakit.
Belum lagi anak-anaknya dan istrinya, semuanya lenyap. Akhirnya dia harus
menanggung sendiri apa yang menimpanya dengan sakit pula. Sehingga wajarlah dia
mengeluh dan merasa Allah tidak adil sebab ia tidak melakukan satu kesalahan
apapun tapi harus menderita. Karena itu keluarlah ungkapan pelayanan yang sukar, sulit dimengerti mengapa harus demikian,
bahkan digambarkan seperti orang upahan. Masyarakat PL tidak biasa bekerja
untuk mendapatkan upah. Tetapi tiap keluarga biasanya punya tanah masing-masing
untuk diusahakan. Jika tidak, agar bisa makan dan bertahan hidup, maka terpaksa
menjual diri kepada tuan tanah, menjual dirinya menjadi hamba dan tidak boleh
menentang majikannya.[31]
Orang upahan memiliki kehidupan yang sangat buruk, bahkan tidak berharga. Upah
dibayarkan harian sebelum matahari terbenam (Ul. 24:14). Tetapi, dapat juga
dibayarkan pada akhir tahun (Yes. 21:16). Besarnya upah tidak disebutkan
berapa, tetapi berdasarkan kepada perumpamaan Yesus tentang pekerja di kebun
anggur upahnya adalah satu dinar[32]
sehari (Mat. 20:2).[33]
Mengetahui hal itu demikianlah halnya kehidupan dalam bayangan Ayub setelah ia
mengalami penderitaan. Baginya hidup tidak pasti dan tidak tau arah, sama
seperti seorang budak.
Ayat 2
Seperti seorang budak
yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang menanti-nantikan
upahnya.
Pemisalan
Ayub dilanjutkan dengan mengibaratkan seorang budak dan upahan. Ayub
menggambarkan bahwa seorang budak merindukan naungan. Seorang budak, baik
laki-laki atau pun perempuan biasanya dianggap sebagai milik orang lain dan
tidak berharga (lih. Misalnya kisah Hagar dan Sara), tanpa hak dapat dipakai
atau digunakan dengan cara apapun sesuai kemauan pemilik.[34]
Namun dalam hukum Ibrani, budak dapat dibebaskan, budak akibat hutang dapat
dibebaskan setelah 6 tahun (Kel. 21:22; Ul. 15:12, 18). Orang Ibrani yang
menjual dirinya menjadi budak harus dibebaskan pada tahun Yobel[35]
(Im. 25:39-43, 47-55). Dalam hal ini tidak jelas dikatakan budak karena apa,
tetapi menjadi budak bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Dengan kelelahan fisik
dan ketiadaaan hak, gaji yang tidak pasti, maka sangat menyakitkanlah kehidupan
seorang upah. Karena itu budak selalu merindukan kapan bebasnya dirinya dan itu
butuh waktu yang sangat lama. Karena itu budak selalu merindukan kebebasan
dalam hal ini disebutkan naungan. Artinya ada harapan yang tidak pasti. Sama
seperti seorang upahan menunggu upahnya.
Ayat 3-4
Jadi aku dibagikan
bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan. Ketika aku berbaring, maka pikirku:
Bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh
gelisah sampai dinihari.
Kesusahan
itu dalam menjadi ketiadaan arti hidup, menjadi bulan-bulan yang sia-sia, malam
demi malam dilalui dengan penuh susah. Siang bekerja keras dan malam kesusahan
berpikir, sehingga malam dilalui dengan kesusahan, bukan hari-hari yang
menyenangkan. Ketika berbaring harusnya adalah waktu yang ditunggu untuk
merebahkan badan dan segera beristirahat, namun itupun tidak dapat dilakukan
karena pikiran yang tidak tenang. Ungkapan malam merentang panjang
menggambarkan betapa sepanjang malam ketidaktenangan pikiran itu menghantuinya.
Sehingga ia tidak tenang tidur dan bangun pagi pun terasa tidak segar seperti
biasanya. Itulah ibarat kesusahan yang dirasakan oleh Ayub begitu dalam.
Ayat 5
Ulat-ulat dan gumpalan debu
menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras, lalu pecah.
Ayub
mengalami penderitaan yang sangat banyak, salah satu penderitaan yang turut ia
tanggung adalah penyakit. Iblis mendatangkan penyakit yang hebat atas Ayub,
yakni penyakit puru,[36]
dari kepalanya sampai telapak kakinya, sehingga sangat ngeri untuk melihatnya.
Penyakit itu sangat gatal sekali dan dengan terpaksa ia harus menggaruknya
dengan sekeping beling.[37]
Dapat dibayangkan alangkah sakitnya yang Ayub rasakan, karena penyakit yang ia
derita, kulitnya menjadi busuk dan bau, sehingga ia harus menderita dan
dikucilkan di luar kota, karena dianggap telah mengidap penyakit kusta dan
orang takut untuk menyentuhnya. Sesudah terkucil, tidak saja berhenti di situ,
tubuhnya pun dihinggapi oleh ulat-ulat seperti yang menghinggapi bangkai
biasanya. Karena dia terkucil, ia pun harus hidup di luar kota. Ayub tinggal di
daerah padang gurun yang banyak debunya. Penyakit kulitnya mengeluarkan cairan
yang bau sekali dan itu ditutupi oleh abu di padang gurun, dengan panas di
gurun, menjadi keringlah luka itu dan mengeras. Lalu ketika waktunya atau
ketika terbentur, bisa menimbulkan sakit yang luar biasa.
Ayat 6
Hari-hariku
berlalu lebih cepat dari pada sebuah
perkakas tenun, dan berakhir tanpa harapan.
Semua
penderitaan itu dirasakan oleh Ayub dan tentu saja sangat menyakitkan. Bahkan
karena hal yang ia alami itu, ia menjadi pasrah dan demikian ia lalui secara
terus menerus. Sampai ia mengibaratkannya dengan lebih cepat dari perkakas
tenun. Artinya masalah itu telah biasa ia rasakan dan pada akhirnya menjadi
hari yang biasa baginya. Seperti pada ayat 3, sudah seperti jadi bulan
kesia-kesiaan, dengan hidup tiada arti maka hidup berlalu begitu saja baginya.
-
Refleksi
Teologis
Refleksi Teologis untuk tafsiran ini diambil dari
Yakobus 1:12 “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila
ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah
kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” Demikianlah kisah kehidupan Ayub, ia
merasakan penderitaan yang begitu berat. Banyak hal yang ia rasakan yang
menyiksa kehidupannya. Tetapi pada akhirnya Tuhan balaskan kembali kepadanya
apa yang sepadan dengan kesetiaannya, bahkan lebih dari yang pertama sekali.
Tuhan tidak pernah meninggalkan anak-anak-Nya yang setia kepada-Nya, karena itu
setialah dalam segala keadaan atau bahkan dalam penderitaan.
-
Skopus
Setialah kepada Tuhan
dalam keadaan apapun.
-
Kesimpulan
Ayub adalah salah satu model dari kesetiaan mengikut
Tuhan walau dalam penderitaan sekalipun. Ia kehilangan semua apa yang ia miliki
dan apa yang ia dapatkan dari Allah. Semua itu secara kedangingan terasa berat
dan sangat menyakitkan. Hal yang paling disoroti sebenarnya adalah bukan tokoh
Ayubnya, melainkan konsep teologis kesetiaan mengikut Tuhan. Meski seorang yang
diberkati Tuhan, bisa Ia ambil kapan saja Ia mau. Karena itu kita harus siap menghadapi
apapun yang akan menimpa kehidupan.
Dalam penderitaan yang dirasakan oleh Ayub sebagai
manusia biasa sebenarnya ia megeluh dan mengadili Tuhan, karena menurutnya
Tuhan tidak adil, sebab dalam amatannya ia tidak berbuat dosa sama sekali di
hadapan Tuhan. Tetapi mengapa ia merasakannya? Kehidupan ini tidak melulu apa
yang kita pikirkan dan kita rasa benar, tetapi ada rencana Tuhan yang kita
manusia tidak bisa jangkau, karena itu selalu lah berserah kepada Tuhan, apapun
masalah di kehidupan kita. Ayub memang pada awalnya menghakimi dan menganggap
Tuhan tidak adil, seandainya itu terus ia lakukan dan tidak berbalik kepada
Tuhan, maka cerita Ayub tidak akan berakhir dengan bahagia. Tetapi ia terus
setia kepada Tuhan, maka Tuhan pun memberikan apa yang menjadi ganjarannya,
yaitu kebahagiaan dan Tuhan kembalikan semua kepunyaannya, itulah upah mengikut
Tuhan.
[1] Jonar T. H. Situmorang, Bibliologi: Menyikapi Sejarah Perjalanan
Alkitab dari Masa ke Masa, (Yogyakarta: Andi, 2013), 232.
[2] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: Gunung Mulia
2007), 219.
[3] Dud H. Soesilo, Mengenal Alkitab Anda, (Jakarta: LAI,
2001), 106.
[4] Robert M. Grant dan David Tracy,
Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab,
(Jakarta: Gunung Mulia, 1988), 173.
[5] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 202.
[6] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk Thru The Bible: Mengenal Alkitab Secara
Lengkap dalam Waktu Singkat, (Malang: Gandum Mas, 2017), 194.
[7] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 194.
[8] George W. Knight, The Illustrated Bible Handbook: Pendampingan
Studi Alkitab Sehari-hari, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 134.
[9] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 194.
[10] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I: A-L, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2008), 113.
[11] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 194.
[12] W. S. Lasor, D. A. Hubbard dan
F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2:
Sastra dan Nubuat, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 108.
[13] Barnabas Ludji, Pemahaman, 202-203.
[14] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 195.
[15] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 197.
[16] Jan Christian Gertz dkk, Purwa Pustaka: Eksplorasi ke dalam
Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Deuterokanonika, (Jakarta: Gunung Mulia,
2017), 649.
[17] Andrew E. Hill dan John H.
Walton, Survei Perjanjian Lama,
(Malang: Gandum Mas, 2013), 404.
[18] Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012),
816.
[19] Berenga=bernga, ulat kecil-kecil
putih (bakal lalat dan sebagainya) yang biasa terdapat pada bangkai yang telah
membusuk.
[20] Alat tenun berupa tabung kecil
yang dalamnya berisi kumparan benang pakan.
[21] Barnabas Ludji, Pemahaman, 201.
[22] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk Thru The Bible: Mengenal Alkitab
Secara Lengkap dalam Waktu Singkat, (Malang: Gandum Mas, 2017), 193.
[23] Handbook to the Bible: Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab,
(Bandung: Kalam Hidup, 2015), 358.
[24] Handbook, 358.
[25] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 194.
[26] Alkitab Edisi Studi,815-816.
[27] Bruce Wilkinson Kenneth Boa, Talk, 195.
[28] Kodeks Leningraadensis, tangan
pertama (penulis asli).
[29] Kodeks Leningraadensis, tangan
pertama (penulis asli).
[30] F. L. Baker, Sejarah Kerajan Allah 1: Perjanjian Lama,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2015),238-239.
[31] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II: M-Z, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2001), 529.
[32] Mata uang perak yang bergambar
Kaisar Romawi (Mrk. 12:16). Setara dengan dirham Yunani, sebagaimana dikenal di
Timur, senilai dengan seekor domba. Lih. Kamus Alkitab, 82.
[33] Kamus Alkitab, 470.
[34] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, 198.
[35] Perayaan setiap tujuh tahun dan
terutama setiap 50 tahunsetelah 7 x 7 tahun (Im. 25:8-13). Lih. Kamus Alkitab,
495.
[36] Semacam penyakit kulit yang
sangat berbisa.
[37] F. L. Baker, Sejarah, 239.
- Daftar Pustaka
Alkitab Edisi Studi, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012.
Baker, F. L., Sejarah Kerajan Allah 1: Perjanjian Lama, Jakarta: Gunung Mulia, 2015.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta: Gunung Mulia 2007.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I: A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II: M-Z, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2001.
Grant, Robert M. dan Tracy, David, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, Jakarta: Gunung Mulia, 1988.
Hill, Andrew E. dan Walton, John H., Survei Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2013.
Jan Christian Gertz dkk, Purwa Pustaka: Eksplorasi ke dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Deuterokanonika, Jakarta: Gunung Mulia, 2017.
Kenneth Boa, Bruce Wilkinson, Talk Thru The Bible: Mengenal Alkitab Secara Lengkap dalam Waktu Singkat, Malang: Gandum Mas, 2017.
Knight, George W., The Illustrated Bible Handbook: Pendampingan Studi Alkitab Sehari-hari, Jakarta: Gunung Mulia, 2016.
Lasor, W. S., Hubbard, D. A. dan Bush, F. W., Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat, Jakarta: Gunung Mulia, 2016.
Ludji, Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung: Bina Media Informasi, 2009.
Situmorang, Jonar T. H., Bibliologi: Menyikapi Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa, Yogyakarta: Andi, 2013.
Soesilo, Dud H., Mengenal Alkitab Anda, Jakarta: LAI, 2001.
Posting Komentar