HIDUP BENAR SESUAI DENGAN HUKUM TUHAN
Yakobus 1:22-25
Minggu Septuagesima
Septuagesima artinya tujuh puluh hari sebelum Paskah atau Kebangkitan Yesus Kristus.
Ditulis oleh Vic. Pdt. Timothy P. Saragi
NAS
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.
Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.
Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.
Tetapi barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.
PENDAHULUAN
"Aturan ada untuk dilanggar". Istilah ini tampaknya telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Saya telah mendengar istilah ini sejak masa SMA. Bahkan istilah ini saya dengar sendiri dari guru saya. Hingga kini saya masih sering mendengar istilah ini diucapkan oleh orang lain bahkan menerapkannya. Tampaknya istilah ini tidak hanya perkataan saja, namun sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Contoh sederhana dapat kita lihat, hampir sudah menjadi pemandangan umum jika orang-orang yang berkendara, melanggar peraturan lalu lintas, seperti tidak mengenakan helm, melanggar rambu lalu lintas, seperti traffic light dan lain sebagainya. Padahal peraturan itu dibuat untuk kebaikan dan keselamatan bersama. Contohnya, ketika kita dianjurkan agar mengenakan helm, itu untuk kebaikan kita, agar kepala kita terlindungi dari bahaya. Ketika dibuat rambu-rambu lalu lintas maksudnya adalah agar para pengguna jalan tertib, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tentu kita semua mengetahui hal ini. Kita tahu pada dasarnya peraturan itu dibuat untuk kebaikan. Namun mengapa masih saja orang-orang melanggar? Bisa saja karena berprinsip seperti yang sudah dikatakan tadi atau karena sudah terbiasa dan merasa bahwa dirinya tidak perlu diatur, sehingga berbuat sesuka hati. Hal-hal seperti ini sudah sering kita jumpai dalam kehidupan kita.
Sikap yang demikian adalah sikap yang salah, sebab sebagai orang yang berakal budi, beriman haruslah menyadari dan melakukan peraturan demi kebaikan. Jika kita amati, sesungguhnya kehidupan kita penuh dengan peraturan. Ada peraturan kehidupan bermasyarakat, peraturan di sekolah, peraturan di kompleks, yang pasti di mana pun kita berada pasti ada peraturan, secara tertulis mau pun tidak tertulis. Peraturan yang ada biasanya merupakan penerjemahan dari nilai-nilai tertentu yang dianut bersama. Misalnya peraturan berdasarkan iman, budaya dan lain sebagainya.
Pada hakikatnya peraturan bisa juga dimaknai sebagai hukum, karena sifatnya yang bertujuan untuk membuat keteraturan dalam kehidupan. Seperti yang sudah disebutkan bahwa peraturan itu merupakan penerjemahan dari nilai-nilai yang dianut bersama. Sebagai orang Kristen atau pengikut Kristus, pasti ada nilai yang kita anut. Kristus dikenal sebagai Raja Damai, maka sebagai pengikut-Nya hendaklah kita juga menganut nilai yang demikian. Sebagai orang yang percaya dan pengikut Kristus, sesuai dengan tema kita untuk Minggu, 5 Februari 2022 kita diajak agar hidup benar sesuai dengan hukum Tuhan. Tema ini dilandaskan pada Yakobus 1:22-25. Kitab Yakobus banyak berbicara tentang dorongan agar orang Kristen tidak hanya mengaku beriman, tetapi juga agar menunjukkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita sama-sama mendalaminya.
ISI
Sekilas tentang Kitab Yakobus
Surat Yakobus dialamatkan kepada suatu kelompok jemaat, mungkin yang berlatar belakang Yahudi dan menderita kemiskinan. Surat ini merupakan himbauan mengenai perbuatan baik, seperti belas kasihan (2:14-26) dan kejujuran (4:11-12), mencela keduniawian (4:4) dan sikap tunduk terhadap orang-orang kaya (2:3). Barangkali kita akan beranggapan bahwa kitab ini menekankan perbuatan baik dan bisa saja kita beranggapan hal ini akan bertentangan dengan doktrin Paulus yang banyak membicarakan tentang pembenaran oleh iman, bukan oleh perbuatan sebagaimana kita imani hingga saat ini. Namun, perbuatan baik yang ditekankan oleh Yakobus bukanlah perbuatan menurut Taurat—yang tidak ingin dipaksakan oleh Paulus kepada orang-orang yang bukan Yahudi yang telah bertobat, seperti sunat misalnya. Karena itu, sebenarnya tidak ada pertentangan antara ajaran Paulus dengan Yakobus. Yakobus khawatir bahwa persekutuan terobsesi oleh uang (1:11) dan kasak-kusuk (4:11). Yakobus khawatir ada orang-orang yang mengaku diri beriman, menganggap dirinya beribadah tapi tidak melakukannya dalam hidupnya (1:26).
Ayat 22-24 Pelaku Firman Bukan Hanya Pendengar
Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja. Yakobus mendorong jemaat agar menjadi pelaku firman. Pelaku firman, doers of the word, berarti melakukan firman. Firman dalam hal ini adalah firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab. Firman itu meliputi segala aspek kehidupan manusia. Ketika duduk di rumah, ketika dalam perjalanan, ketika berbaring dan ketika bangun (lih. Ulangan 6:7). Karena itu menjadi pelaku firman harus total, baik ketika duduk, berjalan, berbaring atau ketika bangun. Tidak hanya setengah-setengah atau beberapa bagian firman yang kita pegang nilainya, tapi total dan utuh.
Jangan hanya mendengar. Mendengar adalah kegiatan manusia yang paling sederhana dan selalu berjalan seiring dengan adanya gelombang suara yang berbunyi dalam jangkauan pendengaran kita. Meski demikian bisa saja apa yang kita dengar itu berlalu begitu saja. Tapi ada juga yang kita dengar dengan sungguh-sungguh dan kita menghayatinya dan memegang nilai-nilainya. Menarik dalam hal ini Yakobus memilih kata pendengar bukan melihat atau merasakan. Kata ini juga digunakan dalam Roma 2:13 yang berbunyi demikian, “karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.”
Dalam Roma 10:14 digunakan kata mendengar, agaknya kata (mendengar) ini selalu disandingkan dengan tentang firman Tuhan. Ketika firman Tuhan disampaikan, maka akan selalu ada yang mendengar. Ketika mendengar firman Tuhan, jangan hanya mendengar begitu saja, tetapi menangkap dengan sungguh-sungguh sehingga bisa memahaminya dan melakukannya.
Baca juga!
Harapan yang Hidup - Yesaya 41:10
Jika kita hanya mendengar tapi tidak melakukan, sama saja dengan menipu diri sendiri. Ketika manusia mendengarkan firman Tuhan dan kita meyakini kebenarannya, maka firman itu akan bekerja dalam diri manusia. Jika kita tidak melakukannya maka sama saja kita menipu diri sendiri. Apalagi jika diperhadapkan dengan cobaan dan tantangan kehidupan. Ada kalanya pencobaan dan tantangan menghampiri kehidupan kita. Pencobaan dan tantangan itu kadang akan memaksa kita untuk berbuat yang tidak baik atau hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, demi melepaskan atau menyelamatkan diri dari pencobaan atau pun tantangan itu. Kadang hal itu akan bertentangan dengan apa yang kita imani, tetapi kita tetap saja melakukannya. Kita justru mengkhianati iman kita dan menipu diri sendiri. Yakinlah kita tidak akan merasa nyaman jika berbuat demikian.
Yakobus memberikan ilustrasi atau gambaran menarik jika kita hanya mendengar saja. Ibarat seorang yang sedang berkaca. Saya mencoba memahami apa gerangan makna ibarat berkaca ini. Ketika kita berkaca, kaca akan merefleksikan apa yang tampil di hadapannya dan itu terjadi secara real time. Gerakan apa yang kita buat akan muncul juga dalam cermin. Kita biasanya bercermin untuk merias diri baik wajah maupun rambut. Meski kita sering berkaca di depan cermin, kita tidak dapat mengingat wajah kita secara detail ketika kita baru saja bercermin. Padahal bercermin ini selalu kita lakukan, tiap hari dengan gerakan, posisi dan pose yang berbeda-beda dan kita tidak pernah ingat secara persis bagaimana keadaan kita saat bercermin.
Saat ini dunia sudah semakin maju. Teknologi seperti kamera sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Bukan menjadi hal yang sulit lagi bagi kita saat ini untuk menangkap gambar bahkan banyak orang yang senang berswa foto. Meski kita terus mengamati gambar kita di telepon genggam atau versi cetak, kita juga belum tentu ingat secara persis bagaimana wajah dan ekspresi kita secara detail di foto itu. Baru saja kita memandang wajah kita di cermin, atau memandang foto kita, tapi kita akan segera lupa bagaimana rupa kita (ayat 24). Baru saja kita mendengarkan firman Tuhan, tapi kita sudah langsung lupa dan tidak ingat. Jika kita lupa dan tidak mengingatnya bagaimana kita akan melaksanakannya?
Hal ini menjadi refleksi bagi kita, mengingat kita sering sekali mendengarkan khotbah dalam setiap ibadah, namun jika ditanya, misalnya satu hari setelah kita mendengarnya, apakah kita masih ingat khotbah atau firman Tuhan yang disampaikan? Belum tentu. Artinya kita semua, jemaat Tuhan perlu dengan keseriusan, kesungguhan untuk mendengarkan firman Tuhan.
Menarik untuk merefleksikan, kata-kata wejangan guru, ketika kita menempuh pendidikan di sekolah. Bapak/ibu guru selalu berkata kepada kita agar ketika belajar, jangan "masuk kuping kiri, keluar kuping kanan" atau sebaliknya. Sebab memang, jika demikian, apa yang didengar itu akan lewat begitu saja tanpa ada yang singgah atau melekat.
Lewat penjelasan di atas dapat dipahami, mengapa kita perlu serius dalam mendengarkan firman Tuhan. Manusia akan berbuat sesuai dengan apa yang ia pahami. Pemahaman manusia itu tentu dibentuk dari apa yang ia lihat, maupun yang ia dengar. Jika kita mengaku diri sebagai orang yang beriman, beribadah, mendengarkan firman Tuhan, namun kita tidak sungguh-sungguh mendengarnya, maka iman kita tidak akan terbentuk. Pemahaman kita akan firman Tuhan tidak akan terbentuk atau dapat dikatakan tidak dewasa secara iman. Jika kita tidak punya pemahaman tentang firman Tuhan, jika iman kita tidak dewasa, maka bagaimana kita dapat hidup sesuai dengan hukum (firman) Tuhan?
Ayat 25 Melakukan Hukum dengan Sungguh-sungguh
Ayat 25 ini menjadi konklusi dari seruan Yakobus, ketika ia menyerukan agar jangan hanya sebagai pendengar, tapi juga menjadi pelaku. Dalam hal ini Yakobus mengatakan, barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang dan bertekun di dalamnya, bukan hanya mendengar, tapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia. Menarik dalam hal ini dikatakan, bahwa wujud dari pelaku firman itu adalah orang yang meneliti hukum yang sempurna. KBBI mengartikan meneliti sebagai tindakan memeriksa (menyelidiki dan sebagainya) dengan cermat. Jika dikatakan dengan cermat artinya ada kesungguhan di dalamnya, tidak main-main. Jadi kita harus meneliti, memeriksa, menyelidiki—bukan karena ada kesalahan di dalamnya, tapi agar kita memahami makna firman Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Mengapa kita perlu meneliti hukum yang sempurna itu? Kita pahami terlebih dahulu hukum yang sempurna yang dimaksud dalam hal ini adalah hukum Tuhan. Kita sama-sama mengetahui bahwa hukum Tuhan itu adalah hukum kasih. Allah begitu mengasihi manusia, dunia ini dan segala isinya. Allah tidak serta merta menghukum atau memberikan hukum untuk dipatuhi umat-Nya, Ia terlebih dahulu mengasihi, baru kemudian Ia memberikan hukum. Hukum yang Ia berikan itu juga adalah Hukum yang memerdekakan, bukan hukum yang memberatkan atau menyiksa. Sebagai umat Tuhan tentu kita harus mengikuti nilai-nilai yang diberikan oleh Tuhan. Harus ada yang membedakan umat Tuhan dan yang bukan umat-Nya. Karena Allah kita adalah Allah yang kudus, maka haruslah umat-Nya juga hidup kudus (lih. Imamat 11:44). Ketika kita melakukan dan mengikuti hukum Tuhan itu maka hidup kita akan baik, berbahagia (ayat 25). Orang yang melakukan hukum Tuhan akan seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil (Mazmur 1:3).
Karena manusia telah jatuh ke dalam dosa dan pikiran manusia yang terbatas, maka sering kali manusia itu tidak memahami kehendak Allah. Saya yakin kita juga sering tidak memahami firman Tuhan, sering tidak mengerti perumpamaan Yesus, penglihatan-penglihatan dan lain sebagainya. Dalam hal inilah kita penting untuk meneliti hukum Tuhan. Ketika kita mau meneliti hukum Tuhan dengan sungguh-sungguh yakinlah bahwa Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama Yesus, akan mengajarkan segala sesuatu kepada kita dan akan mengingatkan kita akan semua yang telah dikatakan Yesus dalam firman-Nya (Yohanes 14:26). Yakobus dengan tegas mendorong kita agar sungguh-sungguh dalam mendengar dan menghidupi hukum-Nya (baca juga firman-Nya). Marilah kita bersungguh-sungguh hidup benar sesuai dengan hukum Tuhan. Mari dengar hukum-Nya (firman-Nya), pahami, teliti dan lakukan, maka hidup kita akan berbahagia.
KESIMPULAN
Nas Yakobus 1:22-25 cukup terkenal di kalangan umat Kristen. Nas ini disampaikan dengan tujuan mendorong para umat-Nya agar hidup sesuai dengan firman Tuhan. Jangan hanya berkata beriman, namun tidak melaksanakannya atau biasa dikenal dengan Kristen KTP. KTP-nya memang Kristen, identitasnya Kristen, tapi hidupnya jauh dari melakukan hukum Tuhan.
Sutan Malu Panggabean, seorang pendiri HKI mengutip nas ini (Yakobus 1:22) ketika ia mulai mendirikan HKI (dahulu HChB). Ia mengutip nas ini sebagai respons imannya atas pengekangan kekristenan yang dilakukan oleh RMG kala itu. Kurang lebih ia mau menyampaikan, jangan kita mengaku Kristen, rajin beribadah, tapi pada saat yang sama kita melakukan praktik ketidakadilan. Saya belajar darinya, bahwa Iman itu bergerak (menggerakkan) dan tidak bisa pasif. Jika kita sungguh-sungguh mendalami hukum-Nya maka iman itu akan mendorong kita untuk melakukan hukum Tuhan.
Jika iman kita masih pasif dan masih diam-diam saja, tidak melakukan hukum Tuhan, maka dapat dipastikan, bahwa kita tidak bersungguh-sungguh mendengarkan firman-Nya. Oleh karena itu, perbaikilah keseriusan kita dalam mendengar, memahami dan meneliti hukum (firman) Tuhan. Yakinilah, kita tidak akan kesusahan ketika melakukan hukum-Nya, tapi hidup kita akan berbahagia (ayat 25). Tuhan Yesus memberkati. (tps)
Bahan khotbah ini dapat diunduh dengan meng-klik link di bawah ini!
Khotbah Minggu, 5 Februari 2023 - Hidup Benar Sesuai dengan Hukum Tuhan (Yakobus 1:22-25)
6 komentar